SRA sudah bukan hal asing bagi kita semua. Karena program
SRA sudah banyak dilakukan dan setiap daerah kota/ kabupaten layak Anak, satuan
pendidikannya banyak yg menjalankan program SRA.
Yang pertama, mengubah pola pikir kita. Awalnya dari pengajar
kemudian bisa menjadi pembimbing, pendidik, sahabat dan orang tua bagi anak.
Hal ini bisa kita pahami dengan cara kita menyadari bahwa
secara sadar orang tua saat mengantarkan putra putrinya ke sekolah secara sadar
dan kita di satuan pendidikan juga secara sadar menerima anak-anak.
Dengan demikian bahwa sebenarnya kalau kita menyadari,
ada hubungan yang sangat erat antara orang tua dan kita sebagai orang dewasa di
sekolah. Kita di satuan penndidikan secara sadar harapannya bisa melanjutkan
peran orang tua.
Jika kemudian kita bisa menjadi sahabat, orang tua bagi
anak-anak, hal-hal yang kita berikan kepada anak pastinya semua terbaik untuk
anak-anak kita. Tidak mungkin orang tua, sahabat anak, menyakiti anak-anak
kita, tidak mungkin orang tua atau sahabat akan tega membuat anak-anak kita
bersedih.
Pada konsep yang pertama ini kemudian, bagaimana langkah
kita?
Langkah kita adalah melakukan pemetaan pada anak-anak yang
termasuk pada kelompok rentan.
Siapa saja,,
1. Anak yang tidak mempunyai Akte
2. Anak yang korban brokenhome
3. Anak yang ditinggal bekerja ditempat jauh oleh orang
tua
4. Anak yang tidak tinggal dengan orangtua
5. Anak yang ditinggal berkerja full-time
6. Anak yang berada pada kelompok marjinal
Kita petakan agar kita bisa memberikan perhatian mulai dari
awal, bisa memberikn perlindungan dari awal.
Kapan pemetaan dilakukan?
Lakukan disetiap awal tahun ajaran.
Konsep kedua adalah orang dewasa menjadi contoh tauladan
yg baik bagi anak. Anak2 adalah peniru ulung. Apa yg dilihat di dengar dan dirasakan
semua bisa diserap. Yg akhirnya semua bis mempengaruhi prilaku anak.
Ini adalah beberapa contoh prilaku yg sering kita temui
pada anak akibat dari prilaku yang diberikan oleh orang dewasa.
Sehingga sebaiknya dan seharusnya kita sebagai orang dewasa, jangan pernah menagihkan prilaku yang kita harapkan jika kita belum memberikan tauladan prilaku yang baiik itu. Contoh, disatuan pendidikan anak tidak boleh merokok, namun di satuan pendidikan masih ditemukan pendidik yang merokok. Konsep ketiga, orang dewasa mampu memberikan perlindungan kepada semua anak di satuan penndidikan
Siapapun orang dewasanya yang mempunyai tupoksi di satuan
pendidikan, berarti mampu berfikir memberikan perlindungan ke anak. Penjaga
kantin, mampu memberikan perlindungan dari semua makanan minuman yang bisa
mengakibatkan terganggunya kesehatan anak. Penjaga sekolah dan petugas
kebersihan mampu memberikan perlindungan agar anak tetap aman, tetap selamat
dari bahaya apapun yang mengancam di sekolah. Baik hewan liar, pecahan kaca
atau paku yang berkarat.
Semua guru mampu memberikan perlindungan agar anak tidak
merasa direndahkan, dipermalukan, dijatuhkan harga dirinya, mendapat informasi
yang tidak layak yang dapat membuat anak tidak aman.
Penggunaan HP yang benar-benar menjadi perhatian sekolah
dalam melindungi anak-anak kita dari hal-hal yang merugikan masa depan anak.
Dan keempat Memastikan orang keterlibatan anak dan orang tua pada 6 komponen SRA.
Ini adalah 6 komponen SRA. Yang perlu kita bahas lebih adalah komponen yang ke tiga. Proses belajar ramah anak. Tidak boleh adanya hukuman dan sangsi. Di satuan penyelenggara SRA, bahasa Hukuman dan sangsi diubah menjadi Komitmen dan konsekwensi.
Ini adalah perbedaan antara disiplin yg masih sering kita
lakukan dan di siplin potitif atau disiplin SRA.
Marah
boleh? ya marah boleh. Tetapi marahnya yang tidak merendahkan
martabat anak, tidak menjatuhkan harga diri anak, marahnya pada prilaku anak. Dan
marahnya melibatkan empati atau perasaan.
Kenapa
demikian?
Karena setiap prilaku yang kita berikan ke anak yang
mengakibatkan anak rendah diri, takut, jera, merasa di tekan, dibandingkan dan
direndahkan maka yang terjadi pada tubuh adalah adanya hormon cortisol dan
adrenalin yang berfungsi sebagai hormon racun. Hormon mematikan sel-sel memori
otak. Sehingga anak mudah melakukan prilaku yang tidak baik
Namun sebaliknya jika memberikan penghargaan, rasa kasih
sayang, kelekatan, sahabat kepada anak. Yang terjadi pada tubuh adalah hormon
serotonin, Dopamin yang fungsinya memperbesar otak korteks, bagian berfikir
bijaksana. Bisa memahami mana yang baik dan mana yang tidak baik
Kemudian korban ditolong, siapa yang dimaksud korban?
Yang dimaksud adalah anak-anak yang membutuhkan kasih
sayang, membutuhkan ruang, membutuhkan tempat bersandar, membutuhkan tempat
bercerita. Atau bisa dikatakan anak-anak pada kelompok rentan.
Ini
adalah prinsip disiplin positif.
Bisa dimulai dari kemauan satuan pendidikan untuk mewujudkan
sekolah ramah anak. Dengan cara memahami kebijakan SRA dengan mendapat materi
kebijakan SRA kemudian membuat SK TIM, pasang papan SRA dan berkomitmen dengan
semua warga sekolah dan dinas terkait. Baru menyampaikan ke dinas P3A untuk
dimintakan SK ke dinas pendidikan atau kemenag.
Kemudian seperti di materi yang sudah terkirim, pemda
melakukan tahap pemampuan, dengan evaluasi, bimtek, moniforing, pelatihan. Di
satuan pendidikan melaksanakan pemampuan melalui pemenuhan 6 komponen.
Syarat SRA apa??
Dan yang mendasar apa di SRA??
Agar tercapai
Di SRA kita berusaha mengubah cara pandang. Termasuk
sesuatu yang awalnya masalah kita ubah
menjadi tantangan.
Bagaimana kita bisa memahami bahwa sesungguhnya dengan
kehadiran banyak anak dihadapan kita, mereka dihadirkan oleh Allah untuk kita,
agar kita mempunyai banyak kesempatan untuk berbuat banyak bagi anak-anak
tersebut. Kesempatan untuk menjadikan anak belum mampu menjadi mampu,
menjadikan belum baik.menjadi baik, menjadikan anak belum bisa menjadi bisa.
Sehingga kita akan selalu memandang setiap anak dari
celah akar pembentuk prilaku anak.
Tidak ada sebenarnya di setiap tempat itu zero kasus.
Apalagi disitu anak-anak. Anak adalah peniru ulung, anak dalam kehidupannya
adalah proses belajar, belajar dari setiap prilaku, bahasa dan sikap. Baik itu
kesalahan dan kebaikan.
Kalaupun kemudian satuan pendidikan tersebut sudah SRA
maka, yang perlu dilakukan adalah penanganan yang cepat dan tepat. Karena SRA 99% adalah Pencegahan. Dan 1 % adalah penanganan. 100% adalah
keteladanan.
Praktik baik yang kami lakukan di satuan pendidikan kami
adalah mengadakan asessment dan observasi dengan pelibatan orang tua. Karena
memang di SRA ada 3 pilar yang tidak boleh terputus. Yaitu guru, orang tua dan
siswa.
Karena kita akan melakukan semua hal untuk kepentingan
terbaik anak. Maka dari awal orang tua sudah terlibat dalam pemetaan tersebut.
Jika kemudian satuan pendidikan belum mempunyai program
pemetaan tersebut, bisa bekerjasama dengan DP3A setempat. Karena SRA juga wajib
untuk berjejaring. Maka berjejaringlah dengan DP3A dalam proses pemetaan siswa.
Di SRA tidak ada hukuman dan sangsi. Yang ada adalah
komitmen dan konsekwensi.
Segala sesuatu terkait peraturan, tata tertib dibuat
secara bersama sama.
Dan secara esensi sangat berbeda pelaksanaannya
dilapangan.
Jika kita melaksanakan program SRA selama daring banyak
tantangannya, perlu kita kaji lagi. Apakah 3 pilar SRA sudah benar-benar kita
libatkan. Karena selama daring ini, kegiatan belajar berada dirumah. Rumah
kembali berfungsi sebagi tempat belajar anak yang utama.
Guru tetap harus hadir sebagai sosok pendidik pembimbing
dan sahabat bagi anak. Biarpun anak tidak tatap muka dengan guru.
Guru hadir pada hati anak. Ini yang sangat dibutuhkan
anak-anak kita. Dan ini butuh kerjasama dengan orang tua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar