Minggu, 19 Juli 2020 Jam 10.00 WIB
Tema menjadi blogger inspiratif dan kreatif.
Www. Dosengalau.com. Youtube Dosen Galau TV
Channel youtube beliau https://youtu.be/XCUdUkmQhkM
"PART I "Sukses Menjadi Bloggerpreneur"
Menjadi bloggerpreneur merupakan lompatan jauh dan transformasi bagi
blogger. Jika selama ini blogger sekadar menuliskan jurnal pribadi online di
internet, maka sekarang blogger bisa memberikan pengaruh (influencer) bagi
pembacanya.
Tracy L Tuten (2008) bahkan telah melihat fenomena ini sebagai
friendvertising yang bermakna bahwa pemasaran di era digital saat ini
memanfaatkan di media sosial dan jaringan yang terbentuk. Bahwa ada pergeseran
pengambilan keputusan dari seseorang yang selama ini didominasi oleh media,
menjadi ke media sosial.
Di sinilah blogger menjadi salah satu sumber utama atau pemain di media
sosial. Konten yang tulis oleh blogger menjadi senjata yang bisa mengubah cara
kita bekerja, cara kita menjalani/memandang hidup, bahkan secara drastis
mengubah masa depan (lihat Blossom, 2009).
Salah satu cara untuk terlibat dalam perubahan ini maka jadilah
blogger yang profesional dan social media enthusiast. Tidak mudah,
tetapi setidaknya hal ini harus dimulai dari diri blogger itu sendiri. Mulailah
dengan memiliki sikap profesional sebagai bloggerpreneur, yakni CULTURE,
CREATIVITY, CONCEPT, CONSISTENCY, COMPETENCY, CLIENT NETWORKING, CREDIBILITY,
dan CLIENT FOCUS.
CULTURE
Kultur atau budaya menjadi kunci sukses pertama yang harus dimiliki oleh
seseorang yang ingin menjadi bloggerpreneur. Sebab, budaya adalah nilai-nilai
yang menjadi identitas dan dari identitas itulah seorang blogger akan terlihat
apakah ia profesional menjalankan profesinya atau sekadar menjadi blogger
biasa.
Menjadi bloggerpreneur bukanlah seperti Aladin mengusap lampu ajaib yang
mengeluarkan jin dan bisa mengabulkan tiga permintaan. Bukan pula karena gelar
akademis atau seberapa tinggi indeks prestasi akademik yang sedang diraih.
Juga, tidak karena jabatan atau status yang sedang dipegang.
Bloggerpreneur dibentuk karena telah memiliki kultur atau budaya. Kultur
yang telah dibina dan lakukan secara kontinyu sejak lama. Antara lain, pertama,
kultur mengelola waktu. Seseorang yang memilih profesi sebagai bloggerpreneur
dan ingin menjalani profesi yang profesional memiliki kultur pengelolaan waktu
yang efektif dan efisien. Sama halnya dengan karyawan di sebuah perusahaan,
setiap bloggerpreneur harus memiliki jam kerja yang rutin. Mungkin selama satu
hingga dua jam setiap pagi atau sore. Waktu tersebut dipergunakan sepenuhnya
untuk bekerja menulis, melakukan riset, rutin mem-posting di blog dan
sebagainya.
Budaya disiplin menjadi kunci dalam menjadikan diri sebagai seorang
bloggerpreneur. Jangan datang terlambat jika ada klien atau perusahaan yang
mengundang kita sebagai blogger untuk menghadiri acara. Jangan pernah memakan
waktu lama untuk membuat tulisan dan mempublikasikannya di blog setelah
menghadiri acara tersebut. Jangan malas menyebarkan konten blognya di jaringan
sosial media. Juga, jangan enggan untuk memberitahukan si pengundang (lewat
email atau di jaringan sosial media) tautan atau link dari tulisan tersebut.
Kultur mengelola waktu juga berkaitan dengan target yang harus dicapai.
Artinya, seberapa lama sebuah tulisan diselesaikan, satu jam, dua jam, sehari
atau seminggu? Membuat target berarti memiliki perhitungan serta perencanaan
yang tepat pula. Ibarat karyawan sebuah perusahaan yang harus menyelesaikan
tugas-tugasnya dalam waktu satu minggu; sang karyawan tentu berupaya semaksimal
mungkin menyelesaikan kewajibannya. Jika tidak, sang karyawan tentu akan
ditegur atau diberikan surat peringatan; yang lebih parah lagi kalau ia
dipecat. Nah, sebagai bloggerpreneur pun harus menganggap dirinya sebagai
karyawan yang diserahi tugas tersebut. Sebagai karyawan profesional, sebuah
tanggung jawab untuk menulis konten di blog harus diselesaikan dalam waktu yang
sudah ditentukan (deadline).
Buatlah agenda pekerjaan tersebut dalam time organizer dan bila akan
mengadakan temu janji dengan siapapun, usahakan diluar dari agenda pekerjaan
menyelesaikan calon konten yang sudah dipilih. Dan beberapa saat menjelang
waktu kerja yang sudah ditentukan, segala hal sudah disiapkan; buku-buku
sumber, peralatan kerja, minuman-makanan ringan, hingga (kalau perlu) berhenti
melihat akun di media sosial.
Kedua, kultur menghasilkan konten untuk blog atau kebiasaan untuk menulis.
Sebagai profesi, menjadi bloggerpreneur artinya selalu manghasilkan konten
dengan kondisi ada atau tidak undangan dari klien. Tidak ada alasan untuk tidak
menghasilkan sebuah konten apalagi tidak ada alasan untuk tidak ada ide untuk
menulis posting-an blog. Bahwa harus ada target kontinyu untuk menghasilkan
karya atau menulis apapun; entah apakah nantinya karya tersebut akan dibaca
atau banyak dikunjungi oleh pembaca yang terpenting adalah memiliki kultur
untuk menulis, selalu menulis, dan setiap waktu selalu menulis.
Persoalan kultur ini tidak hanya khusus bagi mereka yang baru menjadi
blogger saja saja. Kultur menghasilkan karya ini juga kadang (kadang
kebanyakan) menimpa mereka yang sudah menghasilkan sesuatu dari blog yang
dikelola. Banyak blogger yang akhirnya bersantai ketika menulis blog
karena banyaknya undangan. Tulisannya jadi ala kadarnya saja sebagai penggugur
kewajiban.
Padahal kultur menghasilkan karya atau menulis di blog ini akan mengasah
kemampuan penulis dalam merangkai kalimat, mempertajam aspek penuangan ide-ide,
hingga memfokuskan segala kondisi menjadi kondisi bekerja (menulis). Juga,
dengan membiasakan menulis berarti membuat seorang blogger menjajal
kemampuannya dalam menulis. Jika selama ini hanya menulis dengan sudut pandang
orang pertama, maka cobalah untuk belajar menulis dengan sudut pandang orang
ketiga. Bila hanya menulis review produk elektronik, maka cobalah untuk menulis
produk kecantikan.
Ketiga, kultur membaca. Penulis serial thriller Stephen King pernah
beruja:
“If you want to be a writer, you must do two things above all others: read
a lot and write a lot...reading is the creative center of a writer's life...you
cannot hope to sweep someone else away by the force of your writing until it
has been done to you”.
Kutipan ini menandakan bahwa adalah syarat mutlak jika ingin menjadi
bloggerprenuer yakni membaca . Banyak sudah penelitian yang memfokuskan
diri untuk mengupas manfaat membaca bagi perkembangan emosional, kecerdasan,
dan tingkah laku. Untuk menjadi bloggerpreneur, tentu saja dengan membaca
banyak pula pelampung pertolongan yang bisa diraih saat tenggelam dalam
kebuntuan menulis atau writers block. Hasil membaca, disadari atau tidak,
akan membimbing bloggerpreneur berkaitan dengan gaya menulis, bagaimana menulis
fakta, hingga kekayaan dalam menggunakan kosakata. Juga memperkaya visual
konten dengan foto, video, atau infografis.
Pertanyaanya adalah seberapa banyak buku yang Anda baca dalam satu minggu?
Berapa lama waktu yang Anda habiskan untuk membaca satu buku? Seringkah
mengkonsumsi bahan bacaan seperti majalah, koran, atau berita online? Berapa
banyak buku di perpustakaan pribadi Anda? Bagaimana dengan frekuensi
mengunjungi perpustakaan? Atau jangan-jangan kita sudah cukup puas dengan
tulisan blog selama ini?
CREATIVITY
Kreativitas bagi bloggerpreneur adalah kunci penting bagi konten blog dalam
memenangkan persaingan di media sosial dan menarik minat pembaca (klien).
Mengapa? Karena konten adalah raja alias "content is the king" di
media sosial. Blog sebagaimana sifat asalnya adalah tulisan (jurnal) pribadi di
internet.
Yang harus ditanyakan kepada diri seorang bloggerpreneur adalah apakah
blognya menjadi pilihan utama bagi pembaca (klien) untuk dikunjungi?
Tentu tidaklah mudah untuk memberikan jawaban ini. Sebuah data yang dirilis
oleh go-globe.com menyebutkan bahwa dallam satu menit atau 60 detik ada sekitar
1500 konten baru yang di pos di blog dan belum lagi ada sekitar 60 blog yang
baru muncul. Jika kita mengambil satu persen saja, misalnya ada 15 konten baru
per menit untuk Indonesia, maka berapa jumlah konten dalam satu jam? 90 konten
baru. Berap dalam satu hari? 216 konten.
Itu baru satu persennya dari konten di blog. Bagaimana kalau ditambah
dengan persaingan di status Facebook, kicauan di Twitter, lalu Instagram dan
Path? Tentu konten blog yang telah kita publikasikan akan memenuhi kerumunan
sesak dari jalan raya media sosial.
Kata kunci untuk mendapatkan perhatian itu adalah konten yang kreatif. Konten yang tidak apa adanya atau ala
kadarnya. Konten yang sama saja dengan blog lain dan secara visual tidak sama
dengan blog lainnya juga. Oleh karena itu, kreativitas yang dimiliki oleh
bloggerpreneur tidak hanya sebatas mampu menghasilkan tulisan yang bagus dan
pengelolaan tema yang unik semata, melainkan juga kreativitas untuk menciptakan
jaringan ke di antara sesama blogger dan juga aktivis media sosial, melakukan
promosi, menerapkan integrated marketing-communication, hingga melirik celah
tema apa yang jarang ditulis oleh blogger lain.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan kata “kreatif” yang berarti
(1) memiliki daya cipta; hasil daya khayal (penyair, komponis, pelukis,
dsb) dan (2) ciptaan buah pikiran atau kecerdasan akal manusia. Kata
“kreativitas” itu sendiri merujuk pada makna kemampuan untuk mencipta atau daya
cipta.
Pengertian di atas merujuk pada sifat dari seorang bloggerpreneur yang
dituntut memiliki daya cipta bahkan daya khayal yang diterjemahkan secara
nyata. Konten blog tidak melulu harus menunggu adanya undangan atau lomba yang
diadakan oleh klien, melainkan bisa dimunculkan untuk membentuk kekhusuhan
(niche) sang bloggerpreneur.
“The good writer, the great writer, has what I have called the three S's:
the power to see, to sense, and to say. That is, he is perceptive, he is
feeling, and he has the power to express in language what he observes and
reacts to.”
Lawrence Clark Powell quotes (American Librarian, Writer and Critic,
1906-2001)
Daya cipta itu tidak bisa serta-merta muncul begitu saja. Ada upaya dan
usaha yang secara berkelanjutan dilakukan oleh bloggerpreneur dalam
meningkatkan kemampuan dirinya. Perjuangan untuk terus belajar sebagai seorang
blogger; ketekunan membaca buku, mendengar radio, menonton televisi secara
cerdas, dan bahan pustaka lainnya; kepekaan untuk menerima masukan-masukan
terbaru sesuai perkembangan ilmu pengetahuan , teknologi, budaya, sosial,
ekonomi hingga politik; dan semangat untuk selalu memberikan yang terbaik.
Sebagaimana ungkapan Lawrence Clark Powell di dunia kepenulisan yang
menyimpulkan bahwa seorang penulis adalah mereka yang memilliki kreativitas
yang bersumber dari kemampuan 3M, yaitu melihat, merasakan, dan menyatakan.
Begitu juga dengan seorang bloggerpreneur, ia harus kemampuannya dan
mempergunakan dalam menghasilkan konten blog yang terbaik.
Untuk mengasah kreativitas seorang bloggerpreneur, berikut ada beberapa hal
yang bisa dilakukan:
1. Membaca, membaca, dan membaca.
Penulis konten yang unik dan menarik hanya akan bisa didapat dari seringnya
kita membaca.
2. Berlatihlah menulis sebuah
topik melalui sudut pandang yang berbeda dari blog lainnya. Jika diperlukan,
cobalah untuk berlatih membuat tiga jenis tulisan yang berbeda dalam satu
topik.
3. Rutin melakukan
blog-walking atau mengunjungi blog-blog lain untuk melihat kekuatan blogger itu
dalam menulis. Jika diperlukan, bertanyalah kepada blogger lain untuk melihat
kebiasaan mereka dalam menulis dan mengelola blog.
4. Aktif di komunitas blogger.
Mengikuti komunitas blogger tidak sekadar mendapatkan rekan baru, informasi
liputan baru, atau sebagai pengisi waktu luang semata. Ikut komunitas blogger
akan mengasah kepekaan (terutama emosi) dan sekaligus membuka mata kita bahwa
ada blogger lain yang jauh lebih hebat di atas kita.
Praktiknya, bloggerpreneur akan terlihat dari bagaimana ia menulis sebuah
konten. Jika yang lain menulis dengan topik sebuah produk seperti smartphone,
sebagai misal, maka yang disajikan oleh bloggerpreneur adalah ulasan yang
dilengkapi dengan konten video dan infografis. Tidak hanya konten teks semata
dan ditambah satu dua foto ketika acara launching produk itu semata.
Menjadi bloggerpreneur yang kreatif memang tidak mudah dan memerlukan
latihan.Tetapi, jika kita sudah menemukan kata kunci untuk menjadi (becoming)
bloggerpreneur, maka jangan heran jika dari bloglah kita akan mendapatkan
penghasilan tambahan. Bisa jadi blog adalah sumur penghasilan yang sumber
airnya tidak akan habis.
CONCEPT
Praktiknya, bloggerpreneur akan terlihat dari bagaimana ia menulis sebuah
konten. Jika yang lain menulis dengan topik sebuah produk seperti smartphone,
sebagai misal, maka yang disajikan oleh bloggerpreneur adalah ulasan yang
dilengkapi dengan konten video dan infografis. Tidak hanya konten teks semata
dan ditambah satu dua foto ketika acara launching produk itu semata.
Menjadi bloggerpreneur yang kreatif memang tidak mudah dan memerlukan
latihan.Tetapi, jika kita sudah menemukan kata kunci untuk menjadi (becoming)
bloggerpreneur, maka jangan heran jika dari bloglah kita akan mendapatkan
penghasilan tambahan. Bisa jadi blog adalah sumur penghasilan yang sumber
airnya tidak akan habis.
Tidak hanya berdasarkan konten yang dipublikasikan di blog, di berbagai buku
yang membahas blog dan digital marketing juga bisa dibaca bagaimana seorang
blogger bisa memberikan pengaruh terhadap sebuah brand. Laporan blogger bahkan
bisa dianggap sebagai cerminan dari kualitas sebuah brand.
Setidaknya ini telah diulas di buku seperti Jan Zimmerman dan Deborah Ng
(2015) Social Media Marketing, Oliver Blanchard (2011) Social Media ROI–edisi
bahasa Indonesianya terbit 2015 dengan judul yang sama, John Blossom (2009)
Content Nation, Mary Cross (2011) Bloggerati Twitterati, Tracy L Tuten (2008)
Advertising 2.0, Deirdre K. Breakenridge (2012) Social Media and Public
Relations, dan juga buku saya tentunya Media Sosial: Perspektif Komunikasi,
Budaya dan Sosioteknologi (2015).
Satu hal yang pasti, menjadi bloggerpreneur haruslah memiliki konsep.
Konsep bagi bloggerpreneur memiliki peran penting untuk melihat dan sekaligus
memetakan diri bagaimana seorang blogger itu. Konsep merupakan bagaimana
blogger memandang atau menggambarkan dirinya dan penggambaran itu
direalisasikan dalam konten blognya.
Terkait dengan hal tersebut, setidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan
bagi seorang blogger untuk menjadi seorang bloggerpreneur, yakni 1) Konsep Diri
dan 2) Konsep Karya (Blog).
Konsep Diri Bloggerpreneur
Yang paling mendasar adalah konsep diri yang menjelaskan bagaimana blogger
memandang dirinya sendiri. Dari kelima tipe blogger, mana yang mau dijalani
oleh sang blogger. Konsep bagi
bloggerpreneur adalah gabungan dari blogger profesional paruh waktu dan permanen,
hobi, dan juga blogger yang bekerja di korporat.
Masing-masing pilihan memiliki konsekuensi yang berbeda-beda dan tentunya
akan mendatangkan hasil (reward) yang berbeda pula. Blogger yang pekerja keras
yang selalu datang sebelum acara dimulai, yang menjalin komunikasi dengan
pelaku-pelaku brand, yang selalu mempromosikan walau ada-tidak imbalan sangat
berbeda dengan blogger hobi yang sekadarnya saja.
Usaha yang keras pasti mendatangkan hasil yang sepadang pula. Ini pola yang
tidak bisa diubah. Kecuali bagi orang yang religius selalu ada campur tangan
Yang Kuasa dimana ada yang dinamakan ‘durian runtuh’, tetapi jumlahnya teramat
sedikit. Usaha juga menunjukkan betapa berharganya profesi blogger.
Pertanyaan sederhana adalah “apakah kita sudah punya kartu nama yang di
dalamnya secara jelas menunjukkan profesi kita sebagai blogger”?
Konsep Karya
Konsep bagi bloggerpreneur selanjutnya adalah konsep karya. Maksudnya di
sini adalah bagaimana ‘produk’ blog dan kontennya sebagai manifestasi dan yang
terlihat oleh brand dari sang blogger.
Konsep juga berlaku pada bagaimana sebuah karya dimulai dari sebuah konsep
{outline atau mind map} yang memudahkan blogger dalam mengelola blognya. Karena
blog adalah tambang emas yang siap digali dan menjadi media utama untuk
mengembangkan diri sebagai seorang bloggerpreneur.
Tidak ada masalah kita menulis blog dengan konten apa saja di tulis, tetapi
jika kita ingin menjadi bloggerpreneur yang serius sebaiknya hanya dua-tiga
topik besar yang ada di blog; syukur-syukur bisa satu topik saja sehingga lebih
unik dan berbeda.
Mengapa harus dibatasi? Karena blog adalah jurnal pribadi dan setiap
blogger (hobi, keinginan, ketertarikan, bahkan cita-citanya) terkait dengan
konten yang dikelolanya. Karena brand dalam banyak kasus suka blog yang lebih
spesifik. Misalnya, produsen kosmetik akan lebih suka diulas blog yang
kontennya banyak kosmetik sehingga kesan yang muncul adalah konten blog itu
lebih natural.
Dua konsep di atas adalah pilihan sadar yang harus dilakoni oleh seorang
bloggerpreneur. Bagaimana kita sebagai blogger menempatkan diri begitu pula
brand atau orang lain memandang blogger bersangkutan. Konsep bagi
bloggerpreneur adalah pilihan sadar yang akan menentukan hasil akhir dari
aktivitas blogging kita.
CONSISTENCY
Pernahkah mendengar nama Dashrath Manjhi?
Ini adalah kisah nyata seorang yang membelah gunung. Melalui waktu sekitar
22 tahun dengan tangannya sendiri untuk membuat sebuah jalan di antara gunung
bebatuan.
Kisah ini bermula dari sang istri yang bernama Falguni. Suatu hari istri
yang sedang hamil tua itu berencana membawakan makan siang untuk suaminya yang
sedang bekerja sebagai penambang batubara di Dhanbad. Sayang, di tengah jalan
sang istri terjatuh dan mengakami luka yang cukup serius.
Melihat itu Manjhi tentu langsung ingin mengobati sang istri. Namun, apa
daya desa tempat mereka tinggal adalah sebuah desa yang terisolasi dan rumah
sakit terdekat berjarak 55 kilometer karena harus mengitari gunung atau lebih
tepatnya sebuah bukit
Jarak yang jauh itu ditempuh oleh Manjhi hanya saja kenyataan membawa jalan
cerita lain sang istri Falguni meninggal, pada tahun 1959, sebelum sempat
diberikan pertolongan medis. Manjhi tentu bersedih dan bahkan dalam sedihnya
itu ia mengutuk gunung yang membuatnya terlambat menolong sang istri.
Amarah itu kemudian dilampiaskan Manjhi dengan mengambil peralatan dan ia
mulai membelah gunung. Sebuah usaha yang dilakukannya lebih 20 tahun dan di
tahun 1982 gunung itu terbelah dan menjadi sebuah jalan. Dalam tekadnya itu
Manjhi ingin agar tetangga dan penduduk desanya tidak mengalami nasib serupa
dengannya.
Jika kita bertanya apakah blogger itu harus konsisten? Maka jawabannya
adalah "YA"
Seorang blogger yang memilih dan ingin memulai dirinya sebagai
bloggerpreneur, maka ia akan tetap menulis dan menjadi blogger dalam keadaan
apapun. Blognya tetap up-to-date meski tidak ada satupun yang memberikan
komentar setiap posting sesuatu. Tetap mengeksplorasi dirinya dan topik-topik
yang menjadi pilihan meski sebagian blogger memandangnya aneh.
"Saya ingin menjadi seperti blogger yang lain, Kang, yang sering
diundang dan selalu menulis produk di blognya." Cemburu dengan blogger A, tiap minggu selalu aja dapat
sesuatu dari blognya. Hadiah lomba lah, doorprize lah, hadiah ngetuit
lah."
Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu ditemui di #kelasblogger. Pertanyaan
yang muncul karena melihat blogger sudah menjadi pilihan profesi yang
menjanjikan. Bahkan, secara jujur, ada blogger yang penghasilannya jauh lebih
banyak dibandingkan gajinya sebagai pegawai sebuah perusahaan.
Tapi, bukan berarti kita harus meninggalkan pekerjaan. Menjadi blogger saat
ini adalah pilihan salah satu profesi pekerjaan. Banyak perusahaan kini yang
mempekerjakan seorang blogger atau social media officer untuk mengelola
akun-akun media sosial perusahaan tersebut.
Juga, blogger bisa dilakukan sebagai profesi sampingan. Kita tetap menjadi
pegawai, menjadi guru atau dosen, menjadi mahasiswa, menjadi ibu rumah tangga,
bahkan menjadi penjaga warnet sekalipun dan tetap ngeblog.
Jujur memang, kadang sesuatu yang dikerjakan itu--termasuk menulis di
blog--akan memberikan motivasi jika kita mendapatkan sesuatu. Teramat sering
bahkan saya mendengar blogger yang ingin menang lomba atau mendapatkan imbalan
dari blognya.
Konsisten adalah energi yang memicu blogger mengembangkan diri dan terus
belajar serta berlatih sehingga (konsep) diri dan (konsep) karya atau blog
semakin profesional. Konsisten memerlukan keseriusan dan kadang membutuhkan
semacam pengorbanan yang tidak sedikit.
Penting memang menjadi blogger yang
bisa (menulis) apa saja, namun jauh lebih penting jika kita ingin menjadi
soerang bloggerpreneur untuk menulis hanya satu atau tiga topik saja. Bukan
berarti tidak boleh menulis semuanya, namun setiap karya yang dihasilkan
haruslah dikelola dengan baik.
Menulis sebuah konten tidaklah sesederhana yang dipikirkan. Kita tidak
sekadar mengunggah teks dan disertai dengan foto/ilustrasi. Ada hukum alam
bahwa semakin banyak usaha yang diberikan untuk menulis blog, maka semakin
besar peluang blog kita dibaca.
Menjaga konsistensi memang menjadi pertaruhan seorang blogger. Apalagi
konsistensi menulis blog juga terkait dengan reputasi blog di dunia online.
Misalnya perhitungan Alexa sebagai situs analisis web keluaran Amazon
memberikan pemeringkatan webblog salah satunya berdasarkan seringnya update
tulisan.
Ini adalah teori yang saya tuang dari praktik saya menjadi seorang blogger. Sebuah profesi sampingan di sela-sela kesibukan saya mengajar di kelas. Alhamdulillah...
sampai saat ini saya bisa merasakan manfaatnya menjadi BLOGGERPREUNEUR dapat
keliling indonesia, mengunjungi berbagai negara, dan membeli kendaraan.
awalnya tidak menyangka akan mendapatkan "penghasilan"yang dalam
ukuran normal jauh di atas standar, ternyata ini yang didapatkan dari sebuah
proses yang cukup lama. Sama seperti Om Jay.
Tips dan trik "Bagaimana
Memenangi Lomba Blog"
Seringkali ada banyak pertanyaan yang muncul ketika pengumuman lomba
dipublikasikan. Mulai dari pertanyaan "Mengapa tulisan blog ini
menang?" sampai pada "Kok, bisa ya tulisan seperti ini menang?".
Pokoknya komentar-komentar--atau sekadar ungkapan hati--dari positif ke negatif
atau sebaliknya muncul begitu saja.
Ada juga komentar yang sedikit sedih, miris, bahkan sakitnya tuh di sini
(sambil nunjuk dada kiri). Dan pada akhirnya yang disalahkan pihak
penyelenggara lomba atau bahkan juri sebagai kambing hitamnya. "Ah, yang
menang mah deket sama jurinya."
Apalagi kalau bukan blogger yang selalu saja sekadar berharap dan selalu
berharap menjadi pemenang. Belasan bahkan puluhan lomba sudah diikuti, tapi tetap
saja namanya tidak tertera di pengumuman pemenang. Sudah bersusah payah menulis
dan yakin bisa menang walau hadiah hiburan karena dicari 50 pemenang, eh, masih
saja gak ada namanya.
Nah, bukan soal positif-negatif itu yang menjadi fokus tulisan ini, melainkan
saya mencoba berbagi bagaimana pandangan juri ketika memilih konten blog apa
yang harus keluar menjadi pemenang. Sekali lagi ini pandangan subyektif saya
yang beberapa kali diminta menjadi juri lomba; baik lomba penulisan offline
maupun online.
Setidaknya banyak pertimbangan bagaimana sebuah konten blog itu bisa keluar
sebagai yang terbaik. Mulai dari persyaratan dalam mengikuti lomba, faktor
juri, cara atau gaya menulis, sudut pandang, sampai usaha dalam menampilkan
tulisan.
(1)
Ikuti semua syaratnya
lomba blog seringkali mewajibkan pesertanya mengikuti
mekanisme yang terkait dengan brand atau terkait dengan tulisan. Terkait dengan
brand seperti memberikan Like pada Fanpage Facebook, unggah foto produk di
Instagram, Follow akun Twitter, atau pasang banner di blog. Terkait dengan
tulisan misalnya menyertakan tagar tertentu, memberikan tautan (link) ke situs
milik brand tersebut, mempublikaskan atau share tulisan di media sosial milik
peserta.
Ketentuan atau syarat ini tidak bisa diutak-atik atau di
abaikan begitu saja. Sebagai peserta, tentu blogger harus mengikuti "apa
kemauan" si penyelenggara lomba. Sebab, lomba yang diadakan bertujuan
tidak sekadar membagi-bagi hadiah, melainkan sebagai bentuk promosi brand
tersebut agar produk atau jasa mereka dikenal melalui media sosial.
Beliau mengatakan "Tapi patut diingat, sekadar pengalaman saya beberapa kali
menjadi juri, semua lomba blog tidak menjadikan mengikuti persyaratan ini
sebagai angka penilaian. Ya, saya dan juga beberapa juri bahkan brand tersebut
seringkali menjadikan ini sekadar saringan pertama untuk lanjut ke tingkat
penilaian sesungguhnya".
"Beruntung lomba yang saya didapuk jadi jurinya pihak
penyelenggara menyisihkan terlebih dahulu blog-blog yang tidak sesuai dengan
kriteria. Jadi, saat akan memberikan penilaian sudah dipastikan bahwa semua
blog sudah sesuai dengan kriteria".
(2) Faktor
juri atau selera juri?
Faktor juri ini menjadi penting diperhatikan. Sebuah
lomba tentu ada jurinya, entah itu dari kalangan internal atau eksternal dari
brand tersebut. Siapapun orangnya yang ditunjuk, maka ia sudah dipercaya untuk
memberikan penilaian konten blog apa yang terbaik di antara konten lainnya.
Meskipun begitu, selalu saja ada unsur subyektif yang masuk dalam penilaian.
Ya, juri atau lebih tepatnya selera juri menjadi faktor
terberat dari sebuah nilai lomba blog. Tidak ada, atau lebih halusnya adalah
sangat jarang, ada selera yang sama antara satu juri dengan juri lainnya.
Sebuah tulisan blog yang bagus bisa jadi dinilai terbaik oleh juri ini, namun
mendapat nilai rata-rata oleh juri itu.
Selera seringkali dianggap sebagai faktor di luar tulisan
blog itu sendiri. Karena itu, membaca tulisan juri (jika ia seorang blogger
juga) di blognya akan mengetahui model/gaya tulisan yang sesuai. Jika tidak,
maka bacalah pemenang-pemenang lomba blog sebelumnya yang diadakan oleh brand
bersangkutan.
Tapi patut diingat, model juri di lomba blog itu ada dua
macam. Ada seleksi pemenang itu diserahkan 100 persen kepada juri sampai
penentuan juara pertama. Namun, ada juga dewan juri itu yang melibatkan
perwakilan brand yang menyelenggarakan lomba. Maksudnya, pemenang ditentutkan
bersama-sama antara juri dan manajemen; biasanya dalam sebuah rapat kecil
offline.
Terakhir, ada juga juri yang menentukan (bahkan sudah
sampai pada urutan pemenang), tetapi pemenang tetap saja ditentukan oleh brand
yang bersangkutan. Artinya selera itu ada pada manajemen si penyelenggara
lomba. Soal kompetensi si juri dari manajemen ini sesuai/ahlinya atau tidak itu
urusan tahu sama tahu aja.
Faktor siapa juri dan siapa si penentu pemenang antara
juri atau brand penyelenggara lomba menjadi faktor internal proses mencari
pemenang. Bisa jadi juri sudah bekerja keras, eh, yang menang malah sesuai
selera brand. Ujung-ujungnya setelah diumumkan hanya getah yang diterima juri
bukan buah nangkanya yang sudah dimakan brand.
(3)
Cara atau gaya menulis
Nah, ini yang menurut pengalaman saya menjadi faktor
paling utama dari sebuah penilaian lomba blog. Bisa jadi selera juri memang
subyektif, tetapi menjadi juri adalah mempertahankan nama baik dan kehormatan
dirinya juga sehingga tidak bisa sembarangan menyeleksi.
Gaya menulis ini yang setiap orang selalu berbeda.
Blogger tentu memiliki latar belakang yang beragam dan juga profesi yang
dijalani juga berbeda-beda. Mengkolaborasikan gaya menulis dengan sedikit bumbu
dari selera juri bisa menjadi salah satu alasan tulisan blog keluar sebagai
pemenang.
Juri, menurut pengalaman saya, sangat menyenangi tulisan
yang mengalir, mudah dicerna, dan enak dibaca. Blog bukan industri media massa
yang di dalam sebuah berita ada kaedah dan norma yang mesti ditaati. Blog
tetaplah jurnal pribadi online si pemiliknya walau konten yang ditulisnya
memakai teori maupun praktik jurnalisme.
Tapi patut diingat, cara menulis yang natural lebih
disukai dan berpotensi menjadi pemenang dibanding menulis dengan seolah-olah
natural. Maksudnya, blogger haruslah jujur pada tulisannya dan bukan
mengandai-andai seperti ia tahu segalanya tentang produk atau jasa dari brand
tersebut.
Beliau mengatakan "Saya seringkali memberi nilai rata-rata untuk tulisan
blog yang terkesan "sangat ahli" dalam menjelaskan sebuah produk
padahal produk tersebut baru dikenal oleh blogger bersangkutan. Misalnya lomba
blog tentang telepon genggam. Nah, tulisan yang menceritakan bagaimana si blogger
itu pergi ke penjual telepon genggam dan mencobanya jauh lebih natural
dibanding tulisan yang langsung (dan hanya) menjelaskan keunggulan telepon
genggam itu tanpa menjelaskan barang itu ia dapat dari mana.
Jangan-jangan blogger sekadar memindahkan rilis atau browsing di internet".
(4)
Sudut Pandang
Tidak salah dengan data-data yang didapat dari rilis atau
berselancar di dunia maya tentang keunggulan dari telepon genggam itu. Hanya
saja seringkali blogger lupa bahwa ia tidak punya atau belum pernah memegang
produk tersebut lalu bagaimana ia tiba-tiba menjadi ahli luar biasa di blognya.
Nah, mencari sudut pandang seorang blogger tentu adalah
kelebihan dari tulisan blog yang diikutkan lomba. Masih soal lomba blog tentang
telepon genggam itu, bisa jadi yang ikut puluhan atau ratusan (mungkin ribuan),
tetapi jika berbeda tentu akan memberikan kenaturalan dalam menyajikan tulisan
di blog.
Tidak perlu malu memberikan fakta bahwa kita bertemu
teman yang menggunakan telepon genggam merek tertentu dan meminta pendapatnya. Tidak
salah menyatakan di tulisan blog bahwa kita pergi ke kedai-kedai penjual
telepon genggam dan mencoba menggunakan beberapa menit produk tersebut. Jangan
takut untuk menyatakan, bisanya di akhir paragraf tulisan, bahwa dengan
spesifikasi yang disebutkan di atas kita mempertimbangkan untuk membelinya di
kemudian hari.
Tapi patut diingat, blog adalah jurnal pribadi online.
Orang membaca blog kita tentu tidak sekali, melainkan berulang kali. Jika
selama ini kita menulis yang tiba-tiba langsung menjadi ahlinya, maka bisa jadi
di kemudian hari blog akan sepi pengunjung. Menulis dengan berlebihan juga
tidak baik dan bisa jadi jatuhnya malah "norak".
Brand dengan mengadakan lomba tersebut tentu menginginkan
tulisan peserta tetap ada di blog. Keberadaan tulisan akan memberikan backlink,
sumber informasi lain, dan menambah algoritma pencarian yang mengarah kepada
brand bersangkutan.
(5)
Usaha dalam menampilkan tulisan
Penilaian selanjutnya, pengalaman beliau menjadi juri,
adalah seberapa banyak usaha yang dilakukan oleh blogger dalam menampilkan
tulisannya. Panjang pendek jumlah kata yang ditulis di blog tentu menjadi
pertimbangan tersendiri dalam menilai. Namun, bagaimana blogger menampilkan
secara visual tulisannya menjadi nilai tambah.
Konten yang dilengkapi dengan foto-foto yang mendukung,
infografis yang sarat data, video atau animasi ilustrasi yang sesuai menjadi
pertimbangan tersendiri.
Tetapi patut diingat, semua yang disebutkan tersebut
hanya sekadar pertimbangan saja dan bukan yang utama. Lomba menulis blog harus
dilihat dari tulisan blognya. Hanya saja infografis atau video, sebagai contoh,
yang dikerjakan oleh blogger menjadi nilai lebih yang patut diperhitungkan
sebagai usaha tambahan. Namun, nilai yang biasanya diberikan juga tidak terlalu
besar. Jika boleh memakai skala 1-100 paling angka yang didapat dari
menambahkan infografis di tulisan blog itu kalau gak 2 ya maksimal 5 atau 10
saja.
Termasuk usaha dalam menyebarkan (share) tulisan di
berbagai media sosial. Juga, usaha dalam menambah banyak komentar pada
konten blog yang dilombakan. Meski tidak terkait langsung dengan konten tetapi
bisa menjadi bahan pertimbangan lebih saat ada dua atau lebih tulisan blog yang
dinilai berimbang secara konten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar