Senin, 08 Februari 2021

MENANGIS KARENA ALLAH

     Sumber gambar diolah dari canva.com

Menangis merupakan bagian dari kehidupan manusia, karena menangis memang hal fitrah dari kehidupan manusia.

Di dunia ini, hampir tidak ada orang yang tidak pernah menangis. Semuanya pernah menangis. Namun, tidak banyak orang yang menangis karena Allah; takut akan azab-Nya yang dahsyat dan khawatir jika amal salehnya tidak diterima oleh-Nya. Padahal, tidak ada yang membuat diri kita khawatir dan takut kecuali jika panasnya api neraka. Seandainya kita tahu betapa dahsyatnya kobaran dan jilatan api neraka, sungguh kita tidak mampu tertawa dan akan hidup dengan Gundah gulana,Tidak tenang, Takut bahkan Was-was.

 

Pernahkah kita menangis karena Allah? Pernahkah kita menangis karena takut akan siksa-Nya, sebab begitu banyak dosa yang kita perbuat? Dan Pernahkah kita menangisi kelemahan kita di hadapan Allah?

 

Allah Ta'ala berfirman,

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.”( QS. Al-Anfal:2)

Mengenai ayat ini, “Ini adalah sifat orang beriman yang sebenarnya. Yaitu ketika mengingat Allah, hatinya menjadi takut (gemetar). Sehingga dia melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. ”

Air mata yang keluar karena kesedihan ternyata berisi semacam toksin atau racun yang bisa membahayakan tubuh jika tersimpan di dalam tubuh.

Maka menagislah...

Bagi yang memiliki problem kesedihan, tangisnya jangan ditahan. Kalau perlu, menangislah sepuas-puasnya agar toksin dalam tubuhnya bisa dialirkan keluar melalui air mata.

Kita tidak bisa tiba-tiba menangis karena Allah begitu saja, kita tidak bisa merencanakan tangisan ini, kita tidak bisa menangis sesuai keinginan kita. Akan tetapi tangisan ini, timbul karena takut kepada Allah, bergetar hati karena nama Allah disebut dan berguncang jiwanya ketika mengingat maksiat dan dosa yang kerap di lakukan, oleh karena itu inilah tangisan keimanan, tangisan kebahagiaan dan tangisan jiwa.

Mata kita jarang sekali menangis karena-Nya. Jangankan jarang. Bahkan, boleh jadi, hidup hidup tidak pernah bermunajat di sepertiga malam dan menangisi dosa dan kesalahan yang telah diperbuat setiap hari. Kita justru lebih banyak tertawa dan bersendau gurau; seolah-olah akan hidup selamanya dan tidak sadar jika dosa terus menumpuk dan menggunung. Kita justru jarang memohon ampun kepada-Nya. Padahal, kita tidak tahu kapankah malaikat maut menjemput ajal kita.

Allah SWT telah memberi karunia perasaan hati atau emosi kepada kita. Emosi akan bereaksi oleh suatu kondisi atau hal yang dilihat dan dirasakan. Dalam hal ini, ada beberapa macam ekspresi, yaitu kegembiraan, kekecewaan, kesedihan, belas kasihan, kemarahan, dan rasa haru.

Pada umumnya emosi diwujudkan dalam bentuk senyum, tawa, atau tangis. Namun, semuanya harus dikendalikan agar tidak menimbulkan luapan emosi. Kita harus bersikap wajar dalam menanggapi sesuatu, tidak emosional dan menghadapinya dengan tenang dan lapang dada.

Ketika ayat Al-Quran dibacakan dan ketika membaca perjuangan para Nabi dan Sahabat membela Islam kita sulit menangis dan tersentuh, akan tetapi ketika menonton film (notabenenya sandiwara) dan ketika membaca cerita fiktif kita menangis tersedu-sedu? Di mana keimanan kita?

Padahal kita tahu mereka hanyalah menangis yang berdusta dan berpura-pura, ini yang disebutkan oleh ulama sebagai  ”tangisan palsu”, sebagaimana tangisan saudara-saudara Nabi Yusuf ketika mengadu kepada bapak mereka bahwa Yusuf telah dimakan serigala. Sebagaimana diceritakan Al-Quran Surah Yusuf :17

قَالُوْا يٰٓاَبَانَآ اِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوْسُفَ عِنْدَ مَتَاعِنَا فَاَكَلَهُ الذِّئْبُۚ وَمَآ اَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَّنَا وَلَوْ كُنَّا صٰدِقِيْنَ

Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar.”

 

Mata kita justru sering menangis untuk sesuatu yang tidak begitu penting. Hati kita lebih mudah tersentuh hanya gara-gara soal sepele. Kita lebih sensitif dan reflektif terhadap hal-hal keduniawian. Entah itu karena pekerjaan, cinta, kesuksesan, kebahagiaan, dan penderitaan. Hati mudah tersentuh untuk sifatnya hura-hura. Menangis ketika melihat idolanya datang dan berkalang kesuksesan.

Sungguh dunia ini tidak pantas untuk ditangisi. Sungguh dunia ini tidak layak untuk ditakuti. Dunia ini hanya sebentar. Penuh permainan dan sendau gurau sendiri-sendiri. Kehidupan di dunia ini hanya sementara. Fana. Semuanya akan kembali kepada-Nya. Siapapun dia. Pejabat. Orang kaya. Orang miskin. Ulama. Bahkan penjahat sekalipun. Semuanya akan kembali. Oleh karena itu, tidak layak kita menjadikan dunia lebih berat dari akhirat. Akhirat harus lebih utama dan dijadikan tujuan.

Sedangkan untuk dosa yang telah menggunung mata kita enggan untuk berurai air mata. Kita enggan untuk bersujud, berkeluh kesah, dan memohon ampun kepada-Nya. Jangan-jangan hati kita telah tertutup cahaya ilahiyah. Jangan-jangan hati kita mati karena banyaknya banyaknya dosa yang tidak terampuni. Semoga Allah SWT menjaga kita dari hal demikian ini dan senantiasa memancarkan cahaya di dalam hati kita. Sehingga mata kita pun akan berurai air mata karena-Nya. Bukan karena yang lain.

Jujur untuk diakui, kita lebih banyak menangis kecewa dan sedih karena keinginan dan harapan yang tidak tercapai atau karena putus asa menghadapi kesulitan. Juga lebih banyak menangis karena ditinggal pergi orang yang dicintai atau kehilangan harta benda.

Namun, sebagai manusia yang hidup di dunia pasti punya banyak khilaf dan alpa. Setan bercinta dengan segala cara. Seharusnya kita mengkhawatirkan diri kita. Jangan-jangan amal saleh kita tidak diterima. Jangan-jangan dosa kita menggunung dan tak terampuni. Masih sanggupkah kita tertawa? Tidakkah kita menangis dan berharap akan ampunan dan rahmat dari-Nya?

Menangislah karena Allah... Air mata tangisan hamba karena takut kepada Allah SWT akan berbuah surga.

Aamiin...


Referensi :

https://muslim.or.id/18834-menangis-karena-allah-bukti-keimanan-yang-tidak-bisa-direkayasa.html




 

 


Menulis di Blog Jadi Buku


Salam berbagi, belajar, memotivasi dan menginspirasi

Juni Marlinda Rambe

Blog https://rambejunimarlinda85.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar